Di Roma, sekitar tahun
250, agama kristiani dilarang di sana, bahkan Kaisar Valerianus
memerintah polisi Roma untuk mencari orang-orang yang percaya kepada
Kristus untuk ditangkap, disiksa dan dibunuh. Meski banyak orang
kristiani banyak yang terbunuh, tetapi banyak murid-murid Kristus yang
tetap setia tidak mau mempersembahkan korban kepada para berhala
Romawi. Dalam situasi semacam itu, orang-orang kristiani hanya berani
berkumpul pada malam hari di “katakomba”, yaitu teras kuburan bawah
tanah membentuk gang yang panjang dari beberapa kuburan dalam satu gua.
Di sana pulalah orang-orang kristiani biasa melakukan Ekaristi atau
Misa.
Pada waktu itu, ada
seorang pemuda kristiani yang setiap pagi, sebelum fajar menyingsing
dengan riang gembira menuju ke tempat tersebut dengan berjalan kaki
melintasi lorong-lorang kota Roma untuk melayani imam merayakan
Ekaristi. Suatu pagi seperti biasa, Tarsisius ke sana untuk melayani
imam merayakan Ekaristi. Hari itu Paus sendiri yang mempersembahkan
Ekaristi, namun orang yang hadir hanya sedikit, sebab beberapa hari
yang lalu, banyak orang kristiani yang ditangkap. Beberapa orang
terpaksa menyelamatkan diri ke luar kota.
Orang yang hadir pada saat itu adalah orang yang selamat dari pencarian dan pengeledahan polisi Roma saat itu. Selesai Misa, Tarsisius tidak segera pulang, ia membantu mengatur alat-alat Misa. Tarsisius mendengar Paus mengeluh: “Kemarin seorang petugas penjara datang ke mari dengan diam-diam. Ia mengatakan, bahwa saudara-saudara kita yang dipenjarakan ingin sekali menyambut Tubuh Kristus sebelum mereka dibunuh. Tetapi banyak imam sudah ditangkap. Saya sendiri tidak bisa ke sana, sebab saya sudah dikenal. Mana bisa kami mengabulkan permohonan mereka?”
Orang yang hadir pada saat itu adalah orang yang selamat dari pencarian dan pengeledahan polisi Roma saat itu. Selesai Misa, Tarsisius tidak segera pulang, ia membantu mengatur alat-alat Misa. Tarsisius mendengar Paus mengeluh: “Kemarin seorang petugas penjara datang ke mari dengan diam-diam. Ia mengatakan, bahwa saudara-saudara kita yang dipenjarakan ingin sekali menyambut Tubuh Kristus sebelum mereka dibunuh. Tetapi banyak imam sudah ditangkap. Saya sendiri tidak bisa ke sana, sebab saya sudah dikenal. Mana bisa kami mengabulkan permohonan mereka?”
Tarsisius langsung
menghampiri Paus, katanya: “Kenapa Bapa Suci tidak mengutus saya? Saya
tidak akan dicurigai.” Paus langsung menjawab: “Jangan nak, kamu masih
terlalu muda. Tugas itu terlalu berbahaya untukmu!” Tarsisius tetap
bertekat untuk membantu, katanya: “Tetapi setiap pagi saya datang ke
mari, Santo Bapa, saya satu-satunya pelayan Misa yang selalu datang.
Saya tidak takut. Apalagi hari masih pagi, jalan juga masih sepi.”
Melihat semangat itu, Paus akhirnya menyetujui, kata: “Baiklah, kamu
boleh coba, tetapi hati-hatilah!”
Paus berlutut dengan hormat ke depan altar, mengambil beberapa Hosti Suci dan dimasukan dalam sebuah kota kecil yang terbuat dari emas. Kota kecil itu dikalungkan dengan tali di leher Tarsisius yang berlutut di hadapan Paus. Tarsisius segera menutupinya dengan “toga”, yaitu semacam mantol, yang dipakainya.
Paus berlutut dengan hormat ke depan altar, mengambil beberapa Hosti Suci dan dimasukan dalam sebuah kota kecil yang terbuat dari emas. Kota kecil itu dikalungkan dengan tali di leher Tarsisius yang berlutut di hadapan Paus. Tarsisius segera menutupinya dengan “toga”, yaitu semacam mantol, yang dipakainya.
Tarsisius segera
berangkat. Ia memagangi kotak emas itu erat-erat di bawah toga supaya
jangan hilang. Hatinya berdebar-debar. Ia merasa bahagia atas
kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh Paus sendiri. Dalam hati ia
berdoa kepada Yesus, yang sedang di bawanya untuk menghibur para
tawanana.
Tapi tanpa
disangka-sangka, hari itu beberapa teman Tarsisius telah bangun pagi
dan berjalan-jalan. Seorang temannya melihat Tarsisius terburu-buru
menghampirinya dan bertanya: “Hai, Tarsisius pagi-pagi begini kamu mau
pergi kemana? Kok terburu-buru?” Tarsisius tidak menjawab. Seorang
teman Tarsisius yang menyusul bahunya dan bertanya: “Kamu kok tidak
seperti biasa, ada apa? Apa yang kamu bawa di bawah toga itu?” Seorang
teman malah mencoba menari toga Tarsisius. Toga Tarsisius tersingkap,
dan kota emas Hosti Suci terlihat. Temannya yang mengenali benda itu,
berkata: “Lihat, sepertinya ia membawa sesuatu dari orang kristiani
kepada itu!” Teman-teman Tarsisius mulai berteriak serentak: “Serahkan
barang itu, Ayo cepat! Berikan pada kami atau kami ajar!” Tarsisius
tidak berkata sepatah katapun, ia juga tidak menyerahkan kotaknya.
Kotak itu justru dipertahankan sekuat tenaganya. Ia tidak ingin
menyerahkan Tubuh Tuhannya keapda teman-temannya yang tidak beriman
itu.
Karena keteguhan hati Tarsisius, teman-temannya menjadi jengkel dan mulai memukul, menendang bahkan melempari Tarsisius dengan batu. Tapi tetap saja kotak itu tidak dilepaskan oleh Tarsisius. Seorang teman Tarsisius sangat jengkel, akhirnya mengayunkan pentung dan memukul kepala Tarsisius. Tarsisius terpelanting jatuh mengucurkan darah. Tepat saat itu suara keras menegur mereka: “Apa yang kalian perebutkan!” diikuti munculnya seorang polisi menghampiri mereka. Teman-teman Tarsisius ketakutan, mereka melarikan diri meninggalkan Tarsisius yang tergeletak bersimbah darah.
Karena keteguhan hati Tarsisius, teman-temannya menjadi jengkel dan mulai memukul, menendang bahkan melempari Tarsisius dengan batu. Tapi tetap saja kotak itu tidak dilepaskan oleh Tarsisius. Seorang teman Tarsisius sangat jengkel, akhirnya mengayunkan pentung dan memukul kepala Tarsisius. Tarsisius terpelanting jatuh mengucurkan darah. Tepat saat itu suara keras menegur mereka: “Apa yang kalian perebutkan!” diikuti munculnya seorang polisi menghampiri mereka. Teman-teman Tarsisius ketakutan, mereka melarikan diri meninggalkan Tarsisius yang tergeletak bersimbah darah.
Polisi itu menghampiri
Tarsisius. Ketika Tarsisius mengenali wajah itu tersenyum. Polisi itu
seorang kristiani. Dengan sisa tenaganya Tarsisius menyerahkan Sakramen
Mahakudus kepada Polisi itu. Si Polisi mengangguk mengerti. Tanpa
mengatakan apapun, polisi itu menerima kotak berisi Sakramen Mahakudus
tersebut dan mengalungkan dilehernya sendiri. Si Polisi lalu mengangkat
Tarsisius dengan hati-hati dan membawanya ke sebuah rumah orang
kristiani terdekat dan meninggalkannya di sana. Setelah itu, si Polisi
segera pergi ke penjara dan menerimakan Komuni Suci secara diam-diam
kepada para tawanan.
Tidak lama kemudian,
Tarsisius meninggal. Luka-luka yang dideritanya terlalu parah. Ia
dimakamkan di katakomba Kalikstus, di jalan Apia, dekat makam para
Paus. Tarsisius adalah seorang putera altar, yang pada zaman itu
dinamakan secara resmi: seorang akolit. Ia seorang putera altar yang
menghorbankan hidupnya demi Ekaristi kudus. Karena teladan
perjuangannya itu, ia dipilih sebagai pelindung para putera altar.
Martir suci yang diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Agustus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar